RSS

BUDAK

Bacaan hari ini: Lukas 17:7-10
Ayat emas hari ini: Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10

Menurut Wikipedia, perbudakan adalah sebuah sistem di mana manusia menjadi hak milik orang lain. Dan sejak mereka dibeli atau ditebus oleh seseorang, maka budak itu tidak lagi punya hak atas dirinya sendiri. Ia harus mengabdi penuh pada tuannya, sama sekali tak boleh menolak jika disuruh bekerja, apalagi meminta upah—yang berupa pujian sekalipun. Bahkan dalam beberapa budaya, para pemilik budak dilegalkan untuk membunuh budak yang hak hidupnya ada di tangan mereka.

Di Alkitab kita juga mengenal istilah “hamba” sebagai ganti kata “budak”. Dan serupa dengan budak, sesungguhnya hidup kita pun sudah “dibeli lunas” oleh Tuhan dengan sangat mahal—tak terbeli oleh harta apa pun—yakni dengan darah-Nya sendiri (1 Petrus 1:19). Itu berarti hidup kita bukan hak kita sendiri lagi (Galatia 2:20), melainkan hak Tuhan sepenuhnya, yang “membeli” kita. Maka, bukan keinginan dan mau kita yang semestinya kita lakukan selagi singgah di bumi ini, melainkan kemauan dan kerinduan Tuhan Yesus, Pemilik hidup kita.

Itu sebabnya, mari kita giat melakukan pekerjaan Tuhan. Kita yang tak punya hak hidup atas diri kita sendiri tak sepatutnya menolak bekerja bagi Dia. Hidup kita—dengan segala talenta yang dipunya—adalah milik Tuhan. Maka, kita harus memakainya untuk memuliakan Dia. Lakukan segala pekerjaan baik dengan setiap talenta kita, sebaik dan semaksimal mungkin. Dan jika kita telah melakukannya, tak perlu kita mengharap pujian atau ucapan terima kasih. Sebab semuanya dari Dia, dilakukan oleh pertolongan-Nya, dan bagi kemuliaan-Nya saja (Roma 11:36). Dan, kita hanya “melakukan apa yang seharusnya kita lakukan”

SEBAB HIDUP INI BUKAN HAK KITA LAGI MAKA SEMUA YANG KITA LAKUKAN HANYALAH YANG DIA INGINI.

SEKOLAH PADANG GURUN

Pembacaan dari Keluaran 13:17,18

Sebagai orang percaya, kita jangan berharap melewati hidup dengan keadaan nyaman. Sebab bukan itu yang dikehendaki oleh Allah. Apakah Allah kejam ? Tidak !! Allah hanya mengingini anak-anak yang tangguh, bukan anak-anak cengeng dan manja danAllah mengingini anak-anak yang setia. Oleh sebab itu Allah mengijinkan kita belajar lewat PADANG GURUN kehidupan ini. Seperti kita ketahui bahwa suasana padang gurun sangat panas terik dan gersang. Kita akan merasa sendirian seperti ditinggalkan, seperti sedang dihukum, seperti terjebak pada satu situasi yang tiada pernah berakhir.
Suasana sekolah padang gurun ini memang sangat tidak mengenakkan. Tetapi mari kita mengubah pola pikir, di sekolah padang gurun ini kita mengalami :

1. Ujian Hati. Tuhan melihat hati kita. Ia ingin kita memiliki hati yang murni dan tulus di hadapan-NYA. 
2. Pemurnian. Agar kepribadian kita tampil seperti emas yang berkwalitas,berkilau dan tahan uji. Walau pun sakit dan tidak mengenakkan kita harus rela mengalami pemurnian.
3. Memiliki pola pikir yang baru. Punya mental baru. Bukan mental dan pola pikir seorang budak, yang kerjanya harus diperintah dahulu baru jalan. Kita harus punya inisiatif kerja. Sehingga kita akan memperoleh kemenangan.
Pola pikir yang baru adalah pola pikir yang luas, tidak picik. Mengikuti pola pikir Allah.
4. Sekolah padang gurun adalah masa persiapan untuk mengemban tugas dan tanggung jawab yang lebih besar. Kita harus siap dikosongkan untuk menerima perubahan dalam hidup kita. Tuhan ingin memperbesar kapasitas kita sebagai orang percaya.

BAGAIMANA KITA MENYIKAPI SEKOLAH PADANG GURUN INI ?
1. Tetap melangkah ke depan, meskipun kita tidak mengerti.
2. Jangan menyimpang.
3. Hidup berbuah/menjadi berkat bagi orang lain. Harus terlihat buah pertobatan dan buah roh.
4. Tetap memiliki kwalitas hidup seperti emas, semakin dibakar akan semakin murni.

Jangan menolak SEKOLAH PADANG GURUN dari Tuhan. Semua untuk kebaikan kita. Tuhan sedang mempersiapkan mempelai yang berkwalitas. (ml)

TUHAN MEMBERKATI

RAKUS

Pembacaan Alkitab : Bilangan 11:4-6, 31-35

Nats: Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya (Lukas.11:3)


Sepasang pengantin merayakan pesta pernikahan mereka di sebuah restoran mewah di Taipei. Sebagai bonus, keduanya boleh minum bir dan wine sepuasnya tanpa biaya tambahan. Mumpung gratis, Wu, si pengantin pria, menenggak minuman keras sebanyak-banyaknya. Sepulang dari pesta, wajahnya mendadak pucat. Segera Wu dilarikan ke rumah sakit. Jantungnya tidak tahan menerima asupan alkohol begitu banyak. Malam itu juga ia meninggal. Pada hari pernikahannya.
Kerakusan berbahaya. Nafsu rakus muncul saat orang merasa berhak memperoleh lebih. Umat Israel telah diberi Tuhan cukup makanan. Setiap pagi mereka menerima mukjizat. Manna tersedia di depan tenda.
Tinggal dipungut dan dimasak. Namun, nafsu rakus membuat mereka tidak puas. Mereka menuntut lebih: minta diberi daging. Tuhan murka, lalu menghukum dengan menuruti kemauan mereka. Dikirimnya burung-burung puyuh. Banyak sekali. Setiap orang mengumpulkan minimal 10 homer. Setara dengan 50 ember besar berisi daging puyuh! Setelah diawetkan dengan cara dikering-kan, daging itu malah jadi makanan beracun yang mematikan.

Nafsu rakus muncul bukan cuma dalam soal makan-minum, melainkan juga dal-am soal harta, kuasa, seks, pengetahuan, pengaruh, dan lain-lain. Gejalanya: kita merasa tidak puas terhadap berkat Tuhan, lalu menuntut lebih. Lalu segala cara pun kita tempuh. Hati kita berbisik: "Ayo, ambil lebih banyak lagi. Kamu bisa!" Jika nafsu rakus itu akhirnya bisa tersalurkan karena ada kesempatan, jangan buru-buru berkata: "Itu berkat Tuhan!" Bisa jadi itu sebuah hukuman!

HUKUMAN TUHAN PALING MENGERIKAN IALAH SAAT DIA MEMBIARKAN ANDA PUNYA SEMUA YANG ANDA INGINKAN (1tim6:8....asal ada makanan dan pakaian, cukuplah)......Amen

DIPOJOKKAN

Pembacaan Alkitab : Mazmur 56

Nats: Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku? (Mazmur 56:12)


Daud pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam hidupnya, terutama ketika ia terpaksa hidup dalam pelarian karena dikejar-kejar untuk dibunuh oleh Raja Saul. Ia hidup dalam tekanan, terlunta-lunta dari satu tempat ke tempat yang lain; mulai Nob, Gat, Gua Adulam, hingga Padang Gurun Zif. Ia harus terpisah dari keluarganya; kele-lahan dan kelaparan; terancam dan keta-kutan. Ia merasa sendirian, dan semua orang seolah-olah bangkit memusuhinya.

Mazmur 56 ditulis Daud ketika ia ditangkap oleh orang Filistin di Gat, dan ia sampai terpaksa berpura-pura gila (1 Samuel 21:10-15).
Akan tetapi, di tengah ketakutan dan kepahitan hidupnya itu, Daud justru menemukan kebenaran sesungguhnya. Ia tahu bahwa manusia bisa mereka-reka-kan sesuatu yang jahat untuknya, memusuhi dan menginginkan kecelakaan diri-nya, tetapi ia tidak gentar. Sebab ia tahu persis, dalam perlindungan Allah, ia aman.

Saat ini mungkin kita tengah mengalami situasi seperti Daud. Kita dipojokkan oleh rekan sekerja yang bermaksud menjatuhkan kita, diancam oleh orang-orang yang membenci kita, ditinggalkan teman dekat karena kebenaran yang kita perjuangkan. Kita ditentang oleh keluarga dan kerabat sendiri, disalahartikan oleh rekan sepela-yanan yang terus mencari-cari kesalahan kita. Jika kita berada dalam posisi begitu, jangan kecil hati ataupun kalut. Perkuat kepercayaan kepada Allah, sehingga seperti Daud kita bisa berkata: "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (ayat 12). Ya, jika Allah di pihak kita, kepada siapa kita perlu takut? 

ANDALKAN ALLAH DALAM TUHAN YESUS, MAKA KITA TIDAK AKAN KECEWA. Amen

JALAN YANG BENAR DAN BAIK

Kekristenan bukanlah jalan yang mudah, jika kita menganggap kekristenan adalah jalan yang mudah, maka kita cenderung menjadi kristen yang kekanak-kanakan. Sebagai akibatnya kita akan sangat mencintai dunia ini, dan kecintaan kepada TUHAN dan kerinduan kepada Kerajaan Allah akan berkurang, atau tidak ada sama sekali. (Yohanes 3:31; Kolose 3:1-4). Bibir kita mengatakan bahwa kita mengasihi TUHAN namun hati kita jauh daripadaNYA. Hal ini sangat melukai hati TUHAN.
Kekristenan yang dianggap mudah akan menjadi kristes tanpa salib. Kekristenan yang tanpa salib bukanlah kekristenan, sebab YESUS sendiri menegaskan bahwa jika seseorang mau mengikut-NYA tetapi tidak mau memikul salib dan menyangkal dirinya, ia tidak layak untuk Kerajaan Surga (Matius 10:38; Matius 16:24).

Jika kita menganggap kekristenan sebagai jalan yang mudah, kita tidak akan bersungguh-sungguh belajar akan kebenaran firman Tuhan, tidak ada kerinduan untuk bertumbuh dan mencapai tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Dalam Matius 7:13-14, Tuhan Yesus mengajarkan mengenai jalan yang lebar dan jalan yang sempit. Jalan yang menuju pada kehidupan adalah jalan yang sempit, sesak dan sedikit orang yang masuk melaluinya. Inilah jalan yang tidak disukai orang, jalan yang nampaknya penuh resiko. Tetapi inilah jalan kebenaran Tuhan Yesus Kristus.

Perlu kita ingat mengiring Tuhan berarti berjalan dalam pergumulan yang tidak pernah selesai, dan memikul salib, yang berarti penyangkalan diri dan melayani Tuhan.

TUHAN MEMBERKATI
(renungan Truth)

PERTENGKARAN SAUDARA

Pembacaan Alkitab : Bilangan 12

Nats : Amsal 6:16,19



Sebuah peribahasa Vietnam berkata, “Kedekatan saudara sekandung itu seperti kedekatan tangan dengan kaki.” Maka, sebenarnya pihak-pihak itu tak bisa saling melukai, sebab sakitnya akan terasa oleh semua.

Selama berpuluh tahun Miryam dan Harun setia menyertai dan mendukung Musa—adik mereka—dalam memimpin bangsa Israel. Namun pada satu titik, mereka iri pada hubungan pribadi Musa yang istimewa dengan Tuhan—bahkan Tuhan berbicara kepadanya muka dengan muka (ayat 8).
Hingga Miryam dan Harun tega berkata tajam, “Sungguhkah Tuhan
berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (ayat 1,2). Dan atas sikap tersebut, Tuhan bertindak. Dia memanggil, menegur mereka, dan menghukum Miryam (ayat 10). Syukurlah mereka segera menyadari kedaulatan Tuhan. Musa dan Harun pun memintakan ampun atas Miryam, supaya ia dipulihkan (ayat 11-13).

Hubungan saudara-bersaudara terkadang bisa diwarnai pertengkaran—pada segala usia; dari anak-anak hingga ketika semua sudah sama-sama dewasa bahkan usia lanjut, seperti Musa bersaudara. Topiknya bisa beragam; kasih yang dirasa berbeda dari orangtua, pinjam meminjam uang atau pembagian warisan, perasaan kurang beruntung dibanding yang lain, dan sebagainya. Segala sesuatu bisa terjadi. Maka, izinkan Tuhan terlibat dalam kehidupan kita berkeluarga. Hingga ketika perselisihan terjadi,Tuhan menolong kita melihat keadaan sebenarnya, dan mendapati jalan
keluar yang baik bagi semua. Sambil tetap berusaha menjaga hubungan yang rukun, saling percaya dan menerima, serta saling mendoakan.


KETIKA SAUDARA-BERSAUDARA TERIKAT OLEH KASIH TUHAN

MAKA SELURUH KELUARGA PASTI TERPELIHARA DALAM PERSATUAN

WAKTUNYA SUDAH SEMAKIN DEKAT

Persoalan mengenai akhir zaman merupakan hal yang sudah sangat lama diperbincangkan. Sudah entah berapa banyak pendeta dari dalam maupun luar negeri yang menyatakan bahwa tahun yang disebut mereka adalah tahun kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Kenyataannya, semua prediksi mereka salah total. Manusia tetap hidup di bumi dan Dia tetap ada di takhta-Nya. Lalu, apakah kita harus tidak mempercayai kedatangan Raja diatas segala raja? Sekali-kali jangan pernah lakukan itu.

Sebagai orang-orang beriman, kita harus meyakini bahwa Alkitab adalah 100% benar. Ketika firman-Nya melalui para nabi dan rasul berkata bahwa Tuhan Yesus akan datang ke dunia, itu adalah benar dan tidak akan akan terbantahkan. Akhir zaman terasa dekat ketika kita melihat segala yang terjadi di dunia sekarang – bencana alam dimana-mana, penyakit-penyakit aneh semakin banyak, kejahatan semakin besar (orang sudah tidak terlalu menganggap penting nyawa sesamanya), kasih sudah mulai memudar, penginjilan di kalangan umat Kristiani semakin gencar, dan pembangunan kembali bait suci yang disebut-sebut sebagai pembangunan bait suci Allah yang ketiga sedang dikerjakan oleh bangsa Israel.

“Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap- cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" Jawab Yesus kepada mereka: "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat. Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru. Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku, dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya." (Matius 24:3-14)

“Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya. Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya." (Wahyu 11:1-2)

Mungkin ada diantara Anda yang masih belum percaya dengan hal ini, tetapi dengarlah bahwa itu tidak akan mempengaruhi apapun. Janji-Nya yang telah ditulis dalam Alkitab pasti digenapi. Dia akan tetap datang untuk kedua kalinya ke bumi. Kapankah waktunya? sebentar lagi. Kita tidak perlu mengira-ngira kapankah tanggal pastinya, yang pasti waktunya sudah semakin dekat.

Lukas 12:41-48 hendaknya menjadi pelajaran bagi kita agar tidak ketinggalan pada saat kedatangan-Nya. Jangan menjadi 5 gadis bodoh yang kurang mempersiapkan diri untuk menyosong kedatangan mempelai laki-laki, tetapi bersikaplah seperti 5 gadis bijaksana yang dengan baik bersiap bertemu dengan mempelai laki-laki mereka.

RAHASIA SUKSES ORANG TIONGHOA

Amsal 2:20-22

Konon Orang-orang Tionghoa, khususnya suku Hokian, memiliki filsafah hidup yg di sebut "3C" untuk meraih kesuksesan mereka yang harus dilakukan adalah:

1. Chengli: Kalau ingin sukses, cara kita bekerja dan berusaha haruslah chengli alias adi. Dengan kata lain harus jujur, tidak curang, dan bisa di percaya.

2. Cincai: Artinya orang yang gampang, mudah memberi, tidak ribet, tidak banyak perhitungan dan bukan tipe orang yg sulit. Uniknya, orang-orang yang mudah memberi seperti ini juga mudah mendapat. Dari sudut Firman Tuhan, maka inilah yang di sebut Hukum Tabur Tuai.

3. Coan: Artinya orang yang kerja keras atau berusaha wajar kalaumengharapkan keuntungan.
Ketiga uraian di atas adalah "3C" yang harus dilakukan untuk menggenapi kesuksesan.

"3C" Harus dihindari di dalam bekerja atau berbisnis Pantangan pertama Ciok atau hutang, yang kedua Ciak alias uang orang dimakan begitu saja, yang ketiga Cao alias melarikan diri. Kalau sudah begini akan sulit baginya untuk dipercaya melakukan sesuatu atau diajak bekerja sama.

Semoga rahasia sukses ala suku Hokian ini, meskipun mernada humor, tapi bisa menjadi inspirasi bagi Anda untuk menuju Impian Anda!

NARSIS/NARSISME

Narsis/ narsisme dari kata Narcissus (Yunani: ναρκισσος - NARKISSOS) mitologi Yunani. Alkisah ksatria Narcissus ini parasnya elok bukan main dan memuja dirinya sendiri dan banyak menolak cinta kejam dengan para wanita yang mencintainya.
Sampai suatu saat dia menolak cinta Echo, yang menyebabkan Echo patah hati, dan Narcissus dikutuk sehingga jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air kolam .Tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.

Narsis" sifat seseorang yang sangat senang mengagumi/melebih-lebihkan dirinya sendiri. Narsisme adalah salah satu bentuk kesombongan manusia. Istilah "Narsisme" (dengan mengambil kisah Narcissus) pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 Sept 1939) seorang psikiater Austria.

Ciri-ciri Nasisis:

- Merasa dirinya penting/hebat, misalnya menggembar gemborkan prestasi dan kelebihannya. Ingin selalu dianggap hebat .

- Memimpikan sukses, power, kepintaran, kecantikan/kegantengan atau hal-hal yang terlalu ideal secara berlebihan.

- Merasa dirinya spesial dan unik dan cuma bisa dimengerti atau dihubungkan dengan orang2 atau institusi lain yang sama spesialnya atau sama pentingnya.

- Ingin dikagumi secara berlebihan

- Merasa punya hak utk dapat perlakukan spesial atau hak-hak spesial lainnya seperti yang diinginkannya.

- Suka memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi.

- Kurang berempati ke orang lain atau tidak perduli dengan perasaan, kebutuhan atau pendapat orang lain.

- Sering sirik terhadap orang lain atau merasa orang sirik kepadanya.

- Bersikap arogan atau sok.

- Cemburuan dan posesif.

- Selalu butuh untuk dibuat merasa spesial, dikagumi, dicintai, dihargai.

- Marah jika permintaan atau keinginannya tidak dituruti.

- Suka mengatur orang lain untuk bertindak.

- Rasa percaya diri berlebihan sehingga suka bragging atau memancing orang lain untuk memberi pujian.

- Dramatis/sensi, sikap-sikap yang insecure.

- Menuntut orang lain untuk membuat dia senang (dengan dirinya sendiri).

- Menyalahkan orang lain walaupun karena perbuatannya sendiri.

- Tidak merasa bersalah jika sedang marah/ngamuk ke orang lain secara tidak jelas.

- Bersikap bahwa dirinyalah (atau masalahnyalah ) yang paling penting dan pendapat/keinginan/perasaannyalah yang nomor 1.

- Tidak mau introspeksi diri;

untuk menghalau "virus narsis"

* Amsal 27:2
Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kau kenal dan bukan bibirmu sendiri.

BUAH BUSUK

Mazmur 139:13-16

Pernahkah anda memperhatikan bahwa dalam satu keluarga ada satu anak yang masa depannya terlihat suram? Seeorang menggambarkan keadaan anak ini dengan kalimat, “Dari satu pohon pasti ada satu buahnya yang busuk!” Benarkah pandangan ini menurut iman Kristen?

Grant adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara, dalam keluarga yang takut akan Tuhan. Waktu duduk di bangku SD, ia memperlihatkan jiwa kepemimpinan hingga beberapa tahun diangkat menjadi ketua kelas. Namun saat beranjak remaja ia memperlihatkan tingkah laku yang tak terkontrol. Grant tumbuh menjadi anak pemberontak, ia berulangkali memukul orang hingga terluka. Kenakalannya membuat orang tuanya pusing, apalagi ia harus berpindah-pindah sekolah. Pada akhirnya Grant tidak menyelesaikan pendidikannya di SMU. Grant menjadi pecandu narkoba, hidup tidak kudus dan di buru pihak yang berwajib. Saking kesal, ayah Grant mengkatagorikan dia sebagai “buah busuk” dalam keluarga mereka. Namun demikian, keluarga Grant tidak pernah menyerah pada kenakalannya yang tak kunjungi berhenti. Mereka terus bergumul di dalam doa dan puasa. Bila ada kesempatan, mereka berupaya mengajak Grant mengikuti ibadah-ibadah KKR. Usaha yang dilakukan selama belasan tahun itu seolah tak menghasilakn buah, ketika ayahnya meninggal dunia Grant tak dapat menghadiri acara pemakaman karena masih diinti pihak yang berwajib. Di masa seperti itu kehancuran yang tersimpan jauh di lubuk hati Grant meluap, ia menangis menyesali segala perbuatannya. Namun Tuhan tidak pernah berdusta, saat orang percaya terus berseru, maka Dia akan bertindak (Lukas 18:18).

Pada saat yang tidak terduga, Grant berkenalan dengan wanita yang takut akan Tuhan dan mereka menikah. Belahan jiwa yang Tuhan sediakan bagi Grant merupakan jawaban doa hari keluarganya. Istrinya membawa Grant dekat dengan Tuhan. Setelah menikah kehidupan Grant mulai menunjukan buah yang manis. Orang yang melihat perubahan hidup Grant mengagumi kebesaran Tuhan dan Iman keluaganya. Sungguh Tuhan membela orang benar. Grant bukan “buah busuk” karena Tuhan tidak pernah merancang seseorang menjadi buah busuk.

Siapa pun Kita, yang oleh dunia atau orang tua di beri label sebagai “buah busuk” atau tak punya masa depan, pahamilah bahwa vonis itu sama sekali tidak benar! Sejak semula Tuhan merancangkan masa depan yang indah dan penuh harapan bagi Kita. Karena Kita diciptakanNya secara dasyat dan ajaib (Mazmur 139:14). Hampiri Tuhan dengan kesungguhan dan tanyakan tujuan itu. Jangan biarkan Iblis terus menipu dan mengintimidasi Kita dengan vonis bahwa Kita adalah “buah busuk” di dalam keluarga, ketahuilah bahwa itu adalah siasat liciknya. Percayalah Kita bahwa jika Kita mencari Tuhan dengan sungguh hati, amaka pada tahun ini Dia akan mengubah Kita menjadi buah yang manis?

PIKIRAN MULIA

Mazmur 139:23; Filipi 4:8

Dosaku, o, sukacita dari pikiran mulia ini / Dosaku, bukan sebagian melainkan selu-ruhnya / Dipaku di Salib, dan aku tak menanggungnya lagi / Puji Tuhan, puji Tuhan wahai jiwaku (terjemahan bebas dari ayat ketiga lagu It is well with my soul karangan Horatio Spafford)

Darimanakah datangnya pikiran mulia yang mengilhami Horatio Spafford menuliskan syair pujian yang begitu terkenal? Terkenal bukan saja karena syair yang begitu Alkitabiah, tetapi karena ditulis pada saat tragedi demi tragedi sedang menerpa hidup keluarganya.

Paling tidak ada dua sumber utama. Pertama, firman Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa keselamatan sejati ada di dalam Kristus yang telah mengurbankan diri-Nya di kayu salib. Firman Tuhan adalah kebenaran mutlak, yang menjadi dasar kepastian keselamatan bagi semua orang percaya.

Kedua, iman Spafford pribadi yang meyakini secara teguh dan berserah penuh kepada Tuhan yang adalah sandaran yang kuat dan jaminan hidup yang pasti. Iman inilah yang menafsirkan pengalaman hidup dalam terang firman hingga memampukan Spafford berkata di tengah derita bertubi-tubi bahwa "It is well with my soul."

Pikiran mulia memang hanya bisa bersumber pada Allah yang mulia, yang telah menyatakan diri dan rencana-Nya dalam Alkitab. Di luar Alkitab yang ada hanya pikiran-pikiran manusia yang sudah dinodai dosa dan ditipu oleh Iblis sehingga melihat semua kejadian di muka bumi ini melalui kaca mata negatif, buram, dan terdistorsi.

Pikiran mulia hanya bisa keluar dari orang yang mengisi hidup dan pikirannya dengan firman Tuhan. Firman Tuhan sekaligus menjadi benteng bagi dirinya dari pikiran-pikiran yang menyesatkan. Maka nasihat Paulus kepada jemaat Filipi, "…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Yaitu semua pikiran yang bersumber dari firman Tuhan.

Bagaimana Anda? HappySunday

PROSES PEMBUATAN GARAM DUNIA

Karena setiap orang akan digarami dengan api (Markus 9:49 )

Saya lahir di kota yang disebut kota udang yaitu daerah kota Cirebon tepatnya di desa Gebang Ilir. Saya besar di Jakarta. Waktu kecil saya sering pulang ke tempat kelahiran saya. Saat menuju ke sana, kami melewati laut, dan yang menarik perhatian saya adalah sepanjang jalan saya melihat petani garam sedang memproses garam yang terjadi dari air laut. Inilah proses pembuatan garam tersebut :

Air laut yang di tampung dalam petak-petak disinari dengan panas terik matahari. Proses pemanasan tidak terjadi dalam sehari. Ini bisa berlangsung sampai satu minggu. Hingga didapat garam kasar yang disebut garam krosok. Garam ini masih kotor. Garam yang kotor dikumpulkan di pondok, hingga terpisah antara kotoran dan garamnya., kotoran akan berada di sebelah atasnya. 
Sebagai orang percaya, kita ini adalah garam yang diproses Tuhan dengan melalui proses “pemanasan” kehidupan ini. Jika tidak dipanaskan, maka kristal garam tidak akan muncul. Proses pemansan membuat garam rohani kita menjadi nampak. Pemanasan menguapkan segala hal yang masih mengikat kita, sehingga kita nampak sama dengan dunia. Seperti air laut dan garam yang masih bercampur jadi satu. Begitu sudah dipisahkan, maka akan nampak perbedaan. Namun tidak hanya sampai di situ. Garam itu masih kotor dan harus melalui proses pengumpulan dan pengendapan. Proses perenungan firman Tuhan , persekutuan dengan Tuhan dalam hidup kita dan bersekutu dengan sesama saudara seiman, akan sedikit demi sedikit mulai mengangkat segala yang negativ dalam pikiran kita, dalam pribadi kita, muncullah “garam” yang putih yang dapat digunakan.
Menjadi garam dunia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jangan mengeluh jika saat ini anda sedang mengalami “pemanasan” dari proses pembuatan garam dalam hidup anda. Semua bertujuan agar anda dapat menjadi garam dunia, dan berdampak positif bagi sesama, serta membawa kemuliaan nama Yesus. Garam yang sudah diproses dengan benar akan berada di rumah setiap orang sbg penyedap makana. Dampak positif. Tetapi garam yang masih garam krosok, tidak dapat digunakan maksimal. Demian pula kita, sebagai garam dunia, hendaknya menjadi maksimal untuk semua orang. Jangan mengeluh dalam melewati pemrosesan dari Tuhan SI PETANI GARAM DUNIA. Jika anda menghentikan prosesnya, maka anda akan menjadi garam yang hambar dan tiada berguna lagi selain diinjak orang.

TUHAN MEMBRKATI (ml)

KARYA PEMULIHAN ALLAH

Pembacaan dari Kisah Para Rasul I :6-7
(HambaNYA Pdt Kiky Tjahjadi)

Arti kata pemulihan adalah : Mengembalikan, memperbaiki, memperbaharui ada keadaan semula.
Situasi saat itu adalah Israel ingin kembali pada masa kejayaan yang pernah mereka alami pada masa pemerintahan raja Saul, Daud, dan salomo. Ini merupakan pemulihan secara jasmani yang mereka maksudkan. Tetapi karya pemulahan Allah adalah lebih menjurus kepada pemulihan secara rohani. Jika pemulihan secara rohani sudah dapat dicapai maka pemulihan secara jasmani akan otomatis tercapai. Oleh sebab itu kita harus mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua akan ditambahkan. Jika pemulihan secara rohani dapat kita capai, kita akan dapat bertahan dalam dunia yang jahat ini dan kita akan dapat menikmati janji-janji Allah kepada kita.
Karya pemulihan Allah ini ada 3 hal :
1. PEMULIHAN SECARA ROH. Artinya, pemulihan hubungan persekutuan dengan Allah. Ketika manusia jatuh dalam dosa, hubungan dengan Allah menjadi terputus. Sejak saat itu manusia melakukan berbagai cara untuk memulihkan hubungan itu yaitu dengan cara berbuat baik, amal dll.tetapi semua itu sia-sia. Hanya melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus hubungan dengan Allah dapat dipulihkan. Persekutuan dengan Allah harus dipelihara bukan karena kewajiban semata. Sembah dia dengan roh, sebab Allah adalah Roh.(Efesus 4:23).
2. PEMULIHAN KARAKTER. Lamanya kita menjadi kristen tidak menjamin karakter kita berubah, jika kita tidak mengalami pemulihan karakter. Sejak jatuh dalam dosa, manusia cenderung berbuat dosa. (Kejadian 6:5). Karakter apa saja yang ada pada kita ? (Markus 7:21,22) Karakter yang harus dipulihkan. Dan kita menjadi ciptaan baru dalam Yesus (2Korintus 5:17). Allah memulihkan karakter kita agar kita memiliki karakter Kristus.
3. MENJADI KAWAN SEKERJA ALLAH, Artinya : Ada sesuatu yang kita kerjakan dan kita perbuat untuk Allah melalui talenta , karunia yang kita miliki. Jangan berfikir bahwa melakukan sesuatu untuk Allah harus menjadi Pdt, atatu pengkhotbah, dll. Melalui apa yang ada pada diri kita, Allah dapat memakai kita menjadi alatnya dan menjadi kawan sekerja Allah.
BAGAIMANA KITA DAPAT DIPULIHKAN :
1. PERLU KERINDUAN YANG KUAT UNTUK DIPULIHKAN
2. PERLU TINDAKAN, yaitu : pertobatan dan ketaatan
3. MAU DIPIMPIN OLEH ROH KUDUS

ALLAH AKAN MEMULIHKAN KITA YANG RINDU DIPULIHKAN , SEMUANYA AKAN MENJADI BARU.(Yehezkiel 36:26-30).
HALELUYA.

Menemukan Jati Diri


Teman-teman, banyak dari diri kita yang merasa belum
menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Banyak pula
yang masih ngotot mengejar untuk menemukan jati
dirinya. Banyak juga yang sudah merasa diri mapan,
tapi anehnya merasa kosong dan hampa dalam dirinya.
Banyak lagi yang tidak mengerti, cuek, pasrah akan apa
kata orang tentang dirinya, bagaimana dirinya harus
bersikap, berusaha terus menyenangkan orang lain, dan
lain sebagainya. Maka dari itu saya pun penasaran
dengan tema pencarian jati diri ini. Saya pun masih
merasa berubah-ubah. Atau… apakah nanti ada suatu
‘rasa’ diri yang benar-benar merupakan ‘jati’ dari
diri kita? Atau memang kita tidak terbuat dari ‘jati’?
Mari kita setidaknya meniti kembali bersama-sama suatu
pencarian, suatu kemapanan (?) yang disebut sebagai
JATI DIRI ini.

Selalu kita terperangah ketika sudah saatnya tangan
kehidupan kembali menelusup zona kenyamanan kita.
Mengganti karir pekerjaan, mendefinisikan kembali
hubungan kita dengan orang yang kita cintai, memutar
arah menuju kawasan yang benar-benar tidak kita
ketahui, dan segala hal lain yang sanggup menohok kita
kembali ke dasar pemikiran. Kembali ke dasar perasaan.
Kembali bertanya-tanya. Tantangannya selalu sama.
Memperkuat benteng pertahanan tentang konsep diri kita
yang telah kita bangun dengan susah payah, atau
merubuhkannya sekali lagi. Namun sering kali kita
mudah tertipu oleh kehidupan. Kita sesungguhnya telah
berubah sekaligus terluka, bukan menjadi apa yang kita
inginkan, melainkan apa yang EFISIEN menurut
kehidupan. Drama bikinan manusia di kehidupan ini
boleh memiliki skenario yang itu-itu saja. Namun diri
kita hampir tanpa kita sadari telah mengikuti
efisiensi kehidupan. Kehidupan yang apa adanya.
Kehidupan alami.

Sewaktu-waktu dalam sesaat kita pasti pernah
bertanya-tanya, apa yang terjadi padaku selanjutnya?
Bisakah aku terus memiliki pola kehidupanku seperti
saat ini? Bisakah aku bertahan? Bagaimana kalau aku
tidak mampu? Apakah aku telah menjadi pecundang dalam
hidup ini? Pertanyaan sesaat ini selalu
mengendap-ngendap. Menemani dengan setianya.
Pertanyaan ini berdiam ketika diri kita sedang
bahagia, dan bergejolak ketika diri kita sedang
goyah-goyahnya. Pertanyaan sesungguhnya yang ingin
selalu kita ungkapkan adalah, apakah kehidupanku masih
akan selalu bisa terkontrol? Petualangan macam apa
yang bakal menantiku selanjutnya? Tantangan seperti
apakah? Apakah aku masih perlu belajar untuk secara
menyakitkan (?) mengubah jati diriku? Seturut orang
lainkah? Seturut tangan Tuhan/alam/kehidupan yang tak
terlihatkah?

Pertanyaan tinggallah pertanyaan. Namun kita tetap
akan nanar melihat masa depan yang masih ada yang
belum terbentuk. Bahkan ada yang belum terpikirkan.
Bagi yang berusia lanjut, kehidupan (?) setelah
kematianlah yang merupakan masa depan yang belum
terbentuk. Bagi yang masih berusia muda, puluhan tahun
ke depan masihlah merupakan masa depan yang
samar-samar, jika tidak mau dikatakan sebagai tak
berbentuk.

Seringkali aku terbesit rasa kagum melihat orang-orang
yang sudah cukup lanjut usianya (atau yang berusia
jauh di atasku). Aku kagum juga melihat ibuku sendiri.
Mereka telah menjalani kehidupan yang paling tidak dua
kali lipat lebih lama daripada diriku. Entah berapa
kali pada akhirnya jati diri mereka harus disesuaikan
kembali (mungkin sekali sudah pernah bongkar pasang
kembali). Membuat aku berpikir. Apakah jati diri
merupakan kumpulan pengalaman yang mengerak yang
kemudian memperkuat persepsi tentang dirinya?

Sebuah getaran yang terasa menetap. Sebuah ayunan
emosi yang tak bisa lagi terlalu berayun seperti dulu.
Sebuah kebosanan yang telah dipancangkan untuk bisa
memahami penderitaan hidup. Sealunan ayunan suara
merdu yang selalu membawa ke masa lalu. Itukah jati
diri? Ataukah, sebungkah harapan akan impian yang tak
muluk-muluk amat. Sebuah ambisi yang menyehatkan
badan. Suatu nasihat yang menetap untuk menerjang
tantangan hidup. Setapak langkah yang diiringi senyum
pasti dan kesiapan hati untuk kembali teriris. Dan
seonggok sinar semangat yang masih tersisa untuk
bangkit kembali?

Rasa takut yang tergetarkan oleh rasa cinta akan
kehidupan, membuat orang-orang terus bergerak bagaikan
lebah meneteskan madu-madu hikmat. Sepengamatan saya,
jati diri terus akan bergetar. Terus juga akan oleng,
kemudian balik kembali. Seolah-olah terbuat dari kapal
yang tak akan pernah tenggelam. Tapi ini adalah
asumsi….Kapal yang tak pernah tenggelam adalah sebuah
khayalan. Nyatanya kita pernah tenggelam. Setidaknya
sekali.

Ketika kita tenggelam. Ketika kita menemui perasaan
kita yang paling sentimentil. Ketika kita sudah merasa
paling dasar, namun ternyata masih terus meluncur ke
bawah. Ketika ledakan tangis dan tawa menjadi satu
memudarkan dan membongkar topeng-topeng peran/diri
kita. Ketika itulah kita dapat merasakan kembali
pelukan dari alam. Yang hangat. Dari bumi yang selalu
setia mendengarkan keluh-kesah kita. Kita kembali
mencium tanah tempat kita berasal. Merasakan degup
jantung yang detakannya seirama dengan denyut tanah.
Denyut bumi. Kita merasa terlindungi. Mendapatkan
tempat untuk bersandar. Merebahkan diri. Bahkan
merelakan jati diri kita, apapun itu…apapun.

Kenikmatan berpelukan dengan bumi menjadi suatu
kejelasan kesadaran. Suatu penglihatan. Suatu MOMEN.
Saat terindah yang bukan picisan. Saat terdiam. Saat
tersuci. Saat kita dicuci hati kita, menuju kehangatan
kasih yang tak terkira. Rasa takut telah bersekutu
dengan rasa cinta, walaupun rapuh, kita mulai
bergerak. NAMUN, di sinilah titik kritisnya. Simpul
yang akan membawa kepada pilihan. Menuju ke simpul
mati kah? Atau simpul yang terus bergerak tak
menjuntrung?

Lagi-lagi kita dihadapkan pada pilihan. Hidup adalah
pilihan. Benar? Salahkah? Hidup adalah spontanitas?
Saat kita jatuh adalah saat kita menjelas. Saat itu
terasa tiada pilihan. Hanya ada gerakan. Tidak begitu
spontan, masih memilih tapi jelas tidak hanya berhenti
pada kesadaran pada pilihan. Bahkan kesadaran akan
adanya pilihan tak perlu ada. Kita memilih titik.
Kemudian jalan.

Itu saat kita jatuh. Lalu kehidupan bagi kita
berangsur-angsur berjalan normal kembali. Pelan-pelan
kita mulai mencari-cari posisi kenormalan diri kita.
Tentu kita tidak mau terus berkubang dalam
persentimentilan (perasaan sentimentil). Oleh karena
itulah kita mulai memasang titik referensi dimana saat
kita masih merasa normal sebelum kita jatuh. Nah, kita
kemudian akan berusaha terus ke arah titik referensi
tersebut -- yang bisa berupa kenangan saat kita
santai, rileks menghadapi tantangan, atau pada saat
ambisius, dlsb, yang tentu bisa dijadikan titik
perasaan normal, bila dibandingkan dengan perasaan
saat jatuh, yaitu depresi, sedih berkepanjangan,
uring-uringan, gampang marah, dlsb -- .

Normal – bangun – mengejar mimpi – terjatuh – bangkit
– mencari titik normal – merasa normal – bangun lagi –
mengejar mimpi -- dst. Ini adalah sebuah siklus alami
kehidupan manusia di bumi ini. Dan pencarian jati diri
kita terletak pada posisi siklus – mencari titik
normal -- . Tentu tidak harus seperti siklus di atas.
Namun perlu disadari terkadang yang kita cari sebagai
jati diri sebenarnya adalah rasa kenormalan diri kita.
Normal mengindikasikan rasa terbiasa pada diri kita.
Hal apa yang membuat diri kita terasa paling nyaman?
Bisa dikatakan, hal-hal tersebutlah yang merupakan
kulit dari konsep-konsep kita mengenai jati diri kita.
Tentu saja, kalau kita hanya mendefiniskan jati diri
kita terhadap hal-hal materi di luar diri kita, maka
kita akan mendapatkan konsep-konsep jati diri kita
yang terlihat kaku, yang dapat membuat kita merasa
bertanya-tanya karena mungkin kita akan cepat bosan
dengan pengkaitan atau pelabel-labelannya. Tentu kita
tidak akan pernah rela didefinisikan seperti sebuah
konsep mati. Tentu kita selalu berusaha agar jangan
sampai diri kita mudah ditebak. Namun anehnya, kita
menginginkan diri kita mudah ditebak/diperkirakan oleh
kita sendiri. Kita ingin terbiasa dengan diri kita
yang kemudian hanya merupakan taktik kita belaka
supaya bisa TERBIASA dengan kehidupan.

“Apa agama anda? Islam. Terus agama anda yang satu
lagi? Katolik. Lho kok bisa punya dua agama?” Kita
mulai protes kepada orang ini yang mengaku mengimani
dua agama sekaligus. Tentu terasa aneh kalau ada orang
yang mengaku mengimani lebih dari satu agama. Namun
mulai terasa lain halnya kalau pertanyaannya diubah
sedikit. “Apakah jati diri anda? Islam. Islam?
Benarkah jati diri anda Islam?” Kita akan mulai ragu.
Dalam hati kecil kita tetap terasa diri kita tak akan
rela didefinisikan bahkan dengan label agama
sekalipun. “Oh anda Islam garis keras toh…!” Apalagi
pernyataan ini, pada umumnya kita akan segera marah…!

Oleh karena itulah hampir semua orang tidak suka bila
dirinya dihakimi, dinilai, distereotipkan,
digeneralisirkan atau
disamaratakan/dikelompok-kelompokkan. “Aku ya aku”,
itulah motto diri kita semua. Kita selalu merasa diri
kita unik. Tidak ada duanya. Tanpa kita sadari, sesuai
dengan sifat kehidupan yang memang berubah-ubah,
kitapun sebenarnya tidak ingin konsep diri kita
menetap selamanya. Hanya saja, tetap saja ada yang
terasa aneh. Kita tetap sering terasa belum menemukan
jati diri kita sesungguhnya. Kita selalu merasa
seluruh potensi kita akibatnya belum tergarap dengan
optimal karena belum menemukan jati diri yang
sesungguhnya. Dengan kata lain, mungkin sebenarnya
kita telah menunggu godot hanya untuk mengantarkan
kita pada tanda tanya lain mengenai jati diri kita.
Umur kita bakalan keburu habis hanya untuk memburu
jati diri. Layakkah?

Lagi-lagi pertanyaan bukan? Lalu bisa dihentikankah
pertanyaan-pertanyaan sejenis seperti ini? Bisakah
kita hanya kemudian mengklaim saja, jati diri tak usah
capek-capek ditemukan, toh sesungguhnya tak perlu
dicari, hanya perlu menghayati kehidupan ini…?
Menghayati kehidupan. Hanya berjalan. Langkahkan
kakimu. Rengkuh seluruh ayunan perasaanmu. Raih
pendewasaanmu secepatnya. Jangan tunda apapun, jika
memang penundaan terasa seperti kesia-siaan. Dan
jangan berjalan buta jika diam adalah langkah yang
paling efektif dan efisien. Lalu selamat datang
ketidakpastian. VOID.

Ketika rencana pudar menjadi langkah yang melebar
kesana-kemari. Ketika hidup tidak mengenal kata
ketidakefisienan. Ketika jati diri hanya terasa
(terasa….*tenggg) seperti dengung lebah yang
menghangat di hati. Dan ketika pikiran tidak bisa
diajak berlogika. Emosi bahkan tidak bisa diajak
bersentimentil ria. Nyerah? Pasrah? Bukan…. Bukan
menyerahkan kontrol diri kita. Hanya merengkuh
kembali. Segalanya yang sudah ada di dalam diri kita
yang juga tercakup segala yang di luar diri kita.
Bahkan, jati diri pun tidak bisa diikat dengan kata
label, ‘dalam diri’. Jati diri (jikapun merupakan
konsep), ada di dalam diri sekaligus di luar diri
(tentu ini masih dalam tataran konsep). Jika kita mau
keluar dari tataran konsep (sesungguhnya masih konsep
juga)…., jati diri adalah sesuatu yang kita
perkenankan masuk dan kita perkenankan keluar (dengan
‘sesuatu’ bisa apa saja, tidak dikonsepkan secara
kaku). Semakin lancar aliran ‘sesuatu’ yang masuk dan
keluar dalam diri kita, semakin berdesinglah diri kita
seturut denyut kehidupan di bumi ini. Semakin mandeg
aliran tersebut, semakin banyak pula makna yang kita
dapatkan untuk kemudian menjadi harta kenangan setelah
dilepaskan (setelah berdesing kembali). Jadi, lancar
maupun mandeg sekali lagi merupakan siklus alami dari
berdesing (mengalami), kemudian memaknai pengalaman
tersebut sesuai dengan keinginan kita sebagai manusia,
yaitu pemaknaan kehidupan di bumi.

Bisa disimpulkan, yang merupakan ‘jati’ pada diri kita
adalah fungsi pemaknaan dari kehidupan diri kita.
Fungsi pemaknaan bukanlah makna itu sendiri. Itulah
mengapa wajar sekali kita selalu (seperti ada
siklusnya) merasa bisa kehilangan jati diri. Kita
mencari makna dari dalam diri kita (karena kita
mengira menemukan jati diri samadengan menemukan
pemaknaan hidup kita). Padahal makna diciptakan dari
dalam diri kita, bukan ditemukan! Tentu ini bukanlah
saran supaya kita mempunyai jati diri yang lentur
sekali. Tentu bukan itu. Jati diri yang terasa terlalu
lentur bahkan bisa kehilangan sebagian besar daya
fungsi pemaknaannya. Buat apa terlalu mengalir bersama
kehidupan jikalau nanti cuma terasa kehidupan berjalan
terlalu cepat bagi diri kita. Namun tidak perlu pula
ngotot berdiam diri untuk terus mengunyah makna-makna
yang sudah terlalu usang dan menjadi lengket sehingga
malah kehilangan kesempatan berharga untuk mendapatkan
kekayaan pemaknaan yang sangat beranekaragam yang
ditawarkan oleh kehidupan ini. Lebih baik kita
tertatih-tatih belajar berjalan bersama denyut langkah
kehidupan ini, sambil mendapatkan momen-makna yang
dapat membuat jiwa-jiwa kita berekspresi riang.

Jadi… selamat mengumpulkan momen-makna anda. Sadari
anda memiliki ‘jati’ diri anda, sehingga anda dapat
belajar menggunakannya. Tak perlu berusaha menemukan
jati diri anda. Anda akan tahu sendiri mana yang
terasa sebagai jati diri anda, karena ‘jati’ selalu
melambangkan kualitas anda sebagai manusia (karena
menjadi manusia adalah hal yang paling berharga di
kehidupan ini). Jadi, jika anda sudah mengetahui
betapa tak ternilainya anda sebagai manusia (dan
memang hampir seluruh manusia di bumi ini memandang
dirinya sangat tinggi), tentu anda sudah mengetahui
itu merupakan ‘jati’ diri anda bukan?